10/01/13

Siapa Saja Mahram Kita?

0




"Afwan, kita bukan MUHRIM. Jadi tidak boleh berdekatan ukhty"
Sudah pake afwan ukhty masih salah kaprah juga. Mengenai masalah mahram ini, kemaren ada satu pertanyaan yang cukup menarik, hakadza:

Deskripsi Masalah:

Ada kakak beradik namanya Jono dan Joni. Jono menikah dengan seorang gadis bernama Sinta. Ternyata Sinta punya adik cantik bernama Santi. Bolehkah Joni [adik Jono] menikah dengan Santi [Adik Sinta dan ipar Jono]? Bahasa mudahnya, kakak dapet kakak, adik dapet adik.

Pengertian

Istilah mahram (مَحْرَم) berasal dari kata ‘haram’, yang maknanya adalah wanita yang haram dinikahi.
Harus dibedakan antara mahram dengan muhrim. Kata muhrim berasal dari bentukan dasar ahrama-yuhrimu-ihraman (أحرم – يُحْرِمُ - إِحْراماً), yang artinya mengerjakan ibadah ihram. Dan makna muhrim itu adalah orang yang sedang mengerjakan ibadah ihram, baik haji maupun umrah.

Salah satu faktor yang paling menentukan dalam urusan boleh tidaknya suatu pernikahan terjadi adalah status wanita yang menjadi pengantin. Bila wanita itu termasuk yang haram untuk dinikahi, maka hukum pernikahan itu haram. Dan sebaliknya, bila wanita itu termasuk yang halal untuk dinikahi, maka hukumnya halal.

Para ulama membagi wanita yang merupakan mahram menjadi dua klasifikasi besar, mahram yang bersifat abadi (مُؤَبَّد) dan mahram yang tidak abadi (غَيْرُ مُؤَبَّد) alias sementara.[1]

Mahram Yang Bersifat Abadi

Mahram yang bersifat abadi maksudnya adalah pernikahan yang haram terjadi antara laki-laki dan perempuan untuk selamanya meski apapun yang terjadi antara keduanya.

Seperti seorang ibu haram menikah dengan anak kandungnya sendiri. Seorang wanita haram menikah dengan ayahnya. Dan apa pun yang terjadi, hubungan mahram ini bersifat abadi dan selamanya, tidak akan pernah berubah.

Al-Quran Al-Kariem telah menyebutkan sebagian dari wanita yang haram untuk dinikahi, antara lain :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya: Diharamkan atas kamu ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu , maka tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu ; dan menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[2]

Dari ayat ini dapat kita rinci ada beberapa kriteria orang yang haram dinikahi. Dan sekaligus juga menjadi orang yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah :
  • Ibu kandung
  • Anak-anakmu yang perempuan
  • Saudara-saudaramu yang perempuan,
  • Saudara-saudara bapakmu yang perempuan
  • Saudara-saudara ibumu yang perempuan
  • Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
  • Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
  • Ibu-ibumu yang menyusui kamu
  • Saudara perempuan sepersusuan
  • Ibu-ibu isterimu
  • Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
  • Isteri-isteri anak kandungmu

Para ulama membagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi tiga kelompok berdasarkan penyebabnya, yaitu karena sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan) dan karena hubungan akibat persusuan.

Mahram Karena Nasab
Yang dimaksud mahram karena nasab adalah hubungan antara seorang perempuan dengan laki-laki masih satu nasab atau hubungan keluarga.

Secara umum, mahram karena nasab adalah sebagai berikut:
a. Ibu kandung
b. Anak Wanita
c. Saudari Kandung
d. Saudari Ayah
e. Saudari Ibu
f. Keponakan dari Saudara Laki
g. Keponakan dari Saudara Wanita

Mahram Karena Penyusuan

Tidak semua penyusuan secara otomatis mengakibatkan kemahraman. Ada beberapa persyaratan yang dikemukakan oleh para ulama tentang hal ini, antara lain : Air susu wanita baligh, sampainya air susu ke dalam perut, minimal 5 kali penyusuan atau ada pendapat 3 kali, sampai kenyang, maksimal umur bayi 2 tahun.


Siapa Sajakah Mereka?
  • Ibu yang menyusui.
  • Ibu dari wanita yang menyusui.
  • Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya.
  • Anak wanita dari ibu yang menyusui
  • Saudari wanita dari suami wanita yang menyusui.
  • Saudari wanita dari ibu yang menyusui.

Mahram Karena Mushaharah


Pokok pembahasan kita disini. Penyebab kemahraman abadi berikutnya adalah karena mushaharah(مُصَاهَرَة), atau akibat adanya pernikahan sehingga terjadi hubungan mertua menanti atau orang tua tiri. Kemahramannya bukan bersifat sementara, tetapi menjadi mahram yang sifatnya abadi.

Di antara wanita yang haram dinikahi karena sebab mushaharah ini adalah sebagaimana firman Allah SWT yang menyebutkan siapa saja wanita yang haram dinikahi.

وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ

Artinya: (dan haram menikahi)  ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya,  istri-istri anakmu dari sulbimu.(QS. An-Nisa' : 23)

a. Ibu dari istri (mertua wanita)

Seorang laki-laki diharamkan selama-lamanya menikahi ibu dari istrinya, atau mertua perempuannya. Sifat kemahramannya berlaku untuk selama-lamanya. Bahkan meski istrinya telah meninggal dunia atau telah putus ikatan perkawinannya, misalnya karena cerai dan seterusnya, tetepi mantan ibu mertua adalah wanita yang menjadi mahram selama-lamanya.

b. Anak wanita dari istri (anak tiri)

Bila seorang laki-laki menikahi seorang janda beranak perempuan, maka haram selamanya menikahi anak tirinya itu. Keharamannya bersifat selama-lamanya, meski pun ibunya telah wafat atau bercerai.

Namun ada pengecualian, yaitu bila pernikahan dengan janda itu belum sampai terjadi hubungan suami istri [jima’], lalu terjadi perceraian, maka anak perempuan dari janda itu masih boleh untuk dinikahi. Dasarnya adalah firman Allah SWT :

وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

Artinya: (dan haram menikahi) anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya[3].

c. Istri dari anak laki-laki (menantu)

Seorang laki-laki diharamkan untuk menikahi istri dari anaknya sendiri, atau dalam bahasa lain menantunya sendiri. Dasar keharamannya adalah firman Allah SWT :

وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ

Artinya: "Dan (haram untuk menikahi) istri-istri dari anak-anakmu yang lahir dari sulbimu (anak kandung).[4]

Dan keharamannya berlaku untuk selama-lamanya, meski pun wanita itu barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.

d. Istri dari ayah (ibu tiri).

Sedangkan yang dimaksud dengan istri dari ayah tidak lain adalah ibu tiri. Para wanita yang telah dinikahi oleh ayah, maka haram bagi puteranya untuk menikahi janda-janda dari ayahnya sendiri, sebab kedudukan para wanita itu tidak lain adalah sebagai ibu, meski hanya ibu tiri. Dan status ibu tiri sama haramnya untuk dinikahi sebagaimana haramnya menikahi ibu kandung.

Dalil pengharaman untuk menikahi ibu tiri adalah firman Allah SWT :

وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاء سَبِيلاً

Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).[5]

Jawaban:

Kita masuk kepada pertanyaan diatas, Bolehkah Joni [adik Jono] menikah dengan Santi [Adik Sinta dan ipar Jono]? Bahasa mudahnya, kakak dapet kakak, adik dapet adik.

Kita lihat posisi santi terhadapa joni;
a. Apakah Santi itu Ibu dari istrinya Joni? Jawabnya Bukan
b. Apakah Santi itu Anak wanita dari istrinya Joni? Jawabnya Bukan
cApakah Santi itu Istri dari anak laki-lakinya Joni? Jawabnya Bukan 
d. Apakah Santi itu Istri dari ayahnya Joni? Jawabnya Bukan.

Kalo begitu, apakah ada yang mengharamkan Joni untuk menikahi Santi? Jawabnya tidak ada berarti boleh saja. Jadi secara hukum syari'at hukumnya boleh saja.

Mungkin karena tidak lazim saja terjadi di masyarakat hal seperti itu. Tapi kalo sudah sama-sama suka dan cinta mau bagaimana lagi. Kalo kakak nikah dengan kakak, adik nikah dengan adik itu tak akan ada masalah dalam penyebutan nantinya. Tapi Jika kakaknya dapet adik dan adiknya dapet kakak bakalan bingung ntar manggilnya. Apalagi anak-anaknya kelak, disatu sisi jadi pak Dhe tapi disisi lain jadi Pak lek.. :)

WaAllahu A'lamu bis Showab
Oleh: Luthfi Abdu Robbihi
Rumah Fiqih Indonesia

Footnote:

[1] Lihat selengapnya: al Hawi al Kabir: Al Mawardi, Hal. 9/196 atau Fathul Wahhab: Zakariya bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al Anshari, Hal: 2/71

[2] QS. An-Nisa : 23

[3] QS. An-Nisa' : 23

[4] QS. An-Nisa' : 23

[5] QS. An-Nisa' : 22

0 komentar:

Posting Komentar