03/01/13

ANTARA KITAB FIQIH SUNNAH DAN SHAHIH FIQIH SUNNAH

3

Fiqih Sunnah

Mungkin banyak yang belum mengetahui perbedaan dua kitab ini. Ada yang menganggap kedua kitab ini sama, ada juga yang menyangka kitab Shahih Fiqih Sunnah adalah penyempurna dari Fiqih Sunnah. Padahal kedua kitab ini sebenarnya berbeda. 

Kedua kitab ini bisa dikatakan sama-sama terkenal dan penting. Kitab Fiqih Sunnah lebih dikenal di kalangan teman-teman Ikhwanul Muslimin, sedangkan Kitab Shahih Fiqih Sunnah lebih banyak dikenal teman-teman Salafy. Kedua kitab diatas bukanlah kitab Turats, artinya kitab diatas dikarang oleh Ulama’ zaman ini.





KITAB FIQIH SUNNAH 



Pengarang: Sayyid Sabiq. Beliau adalah salah seorang Ulama’ lulusan al-Azhar fakultas Syari’ah. Beliau lahir di Mesir pada tahun 1335 H/1915 M. Beliau wafat pada tahun 1420 H/ 2000 M. 

Pada awalnya beliau memulai menulis makalah ringkas tentang Fiqih terkhusus bab Thaharah pada Majalah mingguan al-Ikhwanu al-Muslimun. Dalam tulisannya itu, beliau sering mengutip kitab-kitab hadits ahkam, seperti Subulu as-Salam karya As-Shan’ani (w. 1182 H) yang mensyarah kitab Bulughu al-Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H), Nailu al-Authar karya as-Syaukani syarah Muntaqa al-Akhbar karya Ibnu Taymiyyah al-Jadd (w. 652 H). Sampai akhirnya kegiatan menulis Fiqih itu beliau teruskan menjadi sebuah buku. 

Jilid pertama Fiqih Sunnah diterbitkan pada tahun 1365 H di Mesir atau sekitar tahun 1949 M, dan pada muqaddimahnya diberi sambutan oleh pemimpin al-Ikhwan al-Muslimun, Syeikh Hasan al-Banna (w. 1949 H). 

Jilid kedua Fiqih Sunnah ini mengupas mengenai masalah zakat, puasa, jenazah dan hal-hal yang berkaitan dengannya, haji, hingga masalah pernikahan. 

Kemudian dilanjutkan dengan jilid ketiga, yang berisikan berbagai hal seputar pernikahan (wali dan kedudukannya, hak dan kewajiban suami-istri, nafkah, akad nikah, walimah, dan sebagainya), serta berbagai hal yang berkaitan dengan hudud/hukuman. 

Terakhir ia menulis jilid keempat, yang merupakan jilid terakhir dari kitab Fiqih Sunnah. Jilid terakhir ini mengupas mengenai jihad, perang, jizyah, ghanimah, kafarat sumpah, hukum jual-beli, riba, pinjaman, gadai, mudharabah, dan utang. Mungkin setiap percetakan akan beda dalam jumlah jilidnya. 

Beberapa karangan beliau yang lain: Mashadir al-Quwwah fi al-Islam, ar-Riba wa al-Badil, al-Aqaid al-Islamiyyah, Islamuna.[Download kitab Fiqih Sunnah: Klik] 


ISI KITAB 



Dalam pembukaan kitab Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq memulai kitabnya dengan menjelaskan universalitas ajaran Islam.Kemudian beliau juga menjelaskan sejarah tasyri’ hukum islam secara ringkas. Baru kemudian beliau memulai kitabnya dari bab Thaharah. 

Sebagaimana namanya; Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq sering mengemukakan hukum fiqihnya terlebih dahulu, baru kemudian beliau kuatkan dengan dalilnya baik dari al-Qur’an maupun dari as-Sunnah. Seperti dalam bab Thaharah, Sayyid Sabiq sebutkan macam-macam air, setelah itu beliau sebutkan dalil naqlinya. 

Sayyid Sabiq lebih cenderung menjauhi perdebatan madzhab yang panjang, dan menyebutkan ikhtilaf diantara para Ulama’ pada hal-hal yang memang perlu disebutkan saja. Tujuan beliau adalah mempermudah bagi para pembaca untuk memahami kitabnya. Kitab beliua ini juga tidak berafiliasi kepada satu Madzhab tertentu. 


KITAB TA’LIQ TERHADAP FIQIH SUNNAH 



Kitab Fiqih Sunnah ini juga tak lepas dari kritik dari Ulama’ lain, karena memang masing-masing Ulama berijtihad yang sangat mungkin hasil Ijtihad itu berbeda satu sama lain. Kitab yang mengkritik kitab Fiqih Sunnah adalah kitab “Tamamu al-Minnah fi at-Ta’liq ‘ala Fiqhi as-Sunnah” karya Muhammad Nashiruddin al-Albani (w. 1999 M). 

Inti dari kritik dalam kitab Tamamu al-Minnah ini, kalo bisa saya simpulkan menjadi dua tema besar: 

Pertama, berkenaan dengan hadits yang dipakai berasal dari buku para ulama terdahulu. Sayyid Sabiq tidak men-tahqiq atau memilahnya lebih jauh, karena berprinsip pada kaidah “Setiap ilmu yang diambil dari ahlinya bisa diterima”. Sebagai contoh Syaikh Al Albani berbeda pendapat dengan Syaikh Sayyid Sabiq dalam hadits tentang kewajiban zakat perdagangan. Menurut Syaikh Al Albani hadits tersebut dhaif. 

Kedua, perbedaan sumber fiqih antara keduanya. Syaikh Al Albani cenderung mengikuti makna tersurat (zhahiru an nash) dari teks hukum, sedangkan Syaikh Sayyid Sabiq lebih dekat pada maqashid nash (tujuan makna nash -red). Syaikh Al Albani tidak segan berbeda pendapat dengan jumhur ulama terdahulu, seperti dalam pengharaman emas bagi wanita, sedangkan Syaikh Sayyid Sabiq biasanya menghormati pendapat jumhur ulama.Mengkritik hasil karya Ulama lain bukanlah hal barudalam dunia Islam. 

[Dowload kitab Tamamu al-Minnah: Klik


KITAB SHAHIH FIQIH SUNNAH 



Nama lengkap kitabnya adalah Shahih Fiqih Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhihu Madzahibi al-Aimmah.Pengarang: Abu Malik Kamal bin Sayyid SalimTa’liq: Muhammad Nashiruddin al-Albani, Syeikh bin Baz, Syeikh Ibnu Utsaimin. 

Saya merasakan kesulitan dalam mencari biografi dari Syeikh Abu Malik Kamal bin Salim ini. Ada yang mengatakan bahwa beliau asalnya dari Mesir, lalu pindah ke Saudi Arabia pada tahun 1420 H/2002 M. Asalnya beliau adalah seorang Insinyur, lalu akhirnya menekuni bidang syariah. 

Ketika di Mesir, Syeikh Abu Malik ini merupakan murid dari Syeikh Musthafa al-Adawi yang termasuk murid dari Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i (1932-2001 H) dari Yaman. Syeikh Musthafa al-Adawi ini juga dahulunya lulusan tekhnik mesin, lalu menekuni bidang Syariah. 

Yang pasti, Syeikh Abu Malik Kamal bin Salim sekarang memang telah menjadi Ulama’ Saudi Arabia. Jika ingin lebih mengetahui kajian beliau, bisa klik di: [Video: Klik] atau audio: Klik]. 

Karya lain: Fiqhu as-Sunnah li an-Nisa’, al-Fiqhu al-Mushaffa, 


ISI KITAB 



Sebagaimana kitab Fiqih Sunnah, kitab Shahih Fiqih Sunnah bisa dikategorikan pula dalam kitab perbandingan Madzhab. Abu Malik mengawali kitabnya dengan menyebutkan sejarah Ilmu Fiqih. Begitu juga beliau kemukakan pula sejarah kitab-kitab fiqih dari turats sampai modern. 

Abu Malik menyebutkan keistimewaan dan sekaligus kekurangan metode penulisan kitab-kitab itu. Misalnya dalam penyusunan bab, ushlub yang digunakan suatu kitab, sampai dalam bab isi dari kitab itu. Sampai akhirnya, Abu Malik merasa menemukan metode yang pas dan cocok untuk beliau tulis saat ini. 

Abu Malik juga menyebutkan pertentangan antara Ulama’ Ahli Hadits dengan Ahli Fiqih pada zaman dahulu, sehingga Abu Malik merasa perlu untuk mengarang kitab yang mencakup keduanya, baik Fiqih maupun Hadits. 

Tak lupa Abu Malik mencantumkan pula sejarah terjadinya ikhtilaf para Ulama’, sejarah kemunculan taqlid dalam madzhab serta perkembangan madzhab.Keistimewaan lain dari kitab ini adalah adanya tarjih/ pilihan pendapat yang lebih kuat dari para Ulama’ ketika terjadi khilaf. Mungkin inilah yang menjadi alasan mengapa banyak teman-teman Salafy menggunakan kitab ini. 

Meski diakui pula oleh penulis sendiri, bahwa pen-terjihan suatu pendapat oleh beliau hanyalah sesuai dengan keilmuan yang telah beliau dapatkan dan ketahui, dan beliau tidak mengharuskan orang lain untuk mengikuti tarjih beliau.





[Jilid 1: Klik]
[Jilid 2: Klik]
[Jilid 3: Klik]
[Jilid 4: Klik]

PENUTUP 



Kedua kitab ini memiliki nama yang hampir sama. Meski Pengarangnya memang berbeda. Bisa dikatakan bahwa kedua kitab ini tidak beraflisiasi kepada salah satu madzhab tertentu, bahkan cenderung menjauhkan diri dari madzhab. 

Yang menjadi beda adalah tarjih atau pemilihan pendapat yang dianggap kuat. Tentu setiap penulis memiliki metode masing-masing dalam pen-tarjihan suatu hukum syar’i. 

Intinya, mari kita baca kedua-duanya. 





3 komentar:

Unknown mengatakan...

izin mau saya jadikan refrensi

Unknown mengatakan...

Sangat bermanfaat.. Syukron

Unknown mengatakan...

Jilid 1 dan 2 gmna ? Gak bisa minn

Posting Komentar