08/05/12

MENINJAU KEMBALI MADZHAB AHLI HADITS

1


“Kamu madzhabnya apa ?”
“apa sih pentingnya bermadzhab?”
“oh, penting banget! Karena dengan bermadzhab cara berpikir kita tentang syariat bisa lebih terarah.”
“lho, bukannya para salaf soleh tidak bermadzhab? Kan kita tidak pernah denger kalo madzhanya Abu Bakar adalah syafi’i atau madzhabnya Ali Bin Abi Thalib adalah maliki.Lau kana khoiron lasabaquuna. Saya madzhabnya ahli hadits saja deh!”

Ilustrasi dialog diatas pastinya pernah kita dengar atau bahkan kita alami sendiri.  Banyak orang salah sangka bahwa adanya madzhab fiqih itu berarti sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte. Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermadzhab, bahkan ada yang sampai anti madzhab.


Penggambaran yang absurd tentang madzhab ini kadang terjadi karena keawaman dan kekurangan informasi yang benar  tentang hakikat madzhab fiqih. Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Madzhab-madzhab fiqih itu bukan representasi dari perpecahan atau perseteruan, apalagi peperangan di dalam tubuh umat Islam. Ada pula yang anti madzhab karena memanggap bahwa “bermadzhab” artinya bertaqlid dan mengambil pendapat ijtihad dari imam mazhab tertentu saja. Mengapa kita tidak kembali kepada sumber asli Al-Qur’an dan As-Sunnah saja  yang memang menjadi pegangan dasar seluruh umat islam.

Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah memang sudah menjadi keharusan setiap muslim dari generasi pertama muslim dahulu sampai akhir zaman. Tetapi slogan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah ini akan bermakna rancu jika dimaksudkan sebagai cara untuk menggali hukum dan berijtihad sendiri langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa disertai syarat-syarat berijtihad yang dibenarkan. Lantas dimaknai sebagai gerakan meninggalkan madzhab yang muktamad dan membentuk madzhab baru yaitu “Madzhab Ahli Hadits”.

SIAPAKAH AHLI HADITS ?

“Kita menolak menolak bermadzhab, karena kita mengikuti ahli hadits !”
“kita menolak hadits dloif secara mutlak, karena kita mengikuti ahli hadits !”
“kita tidak mengikuti ijtihad para Ulama’ madzhab dan tidak taqlid kepada mereka, agama islama sudahlah  jelas dan kita bisa berijtihad langsung dari hadits karena kita mengikuti ahli hadits !”

Paling tidak itu yang sering kita dengar dari beberapa kalangan yang mengaku mengikuti Ahli Hadits. dan atsâr ulama salaf yang saleh, tentu memiliki posisi penting di dalam hati sanubari kaum muslimin. Dukungan ahli Hadis terhadap suatu mazhab akan menjadi modal utama bagi suksesnya mazhab tersebut tersosialisasi, mengakar dan berkembang di tengah masyarakat. 

Ketika kita berbicara siapakah mereka Ahli Hadits maka akan ada perdebatan kecil disini. Jika yang dimaksud Ahli Hadits adalah seluruh Sahabat-sahabat Rasulullah – yang diantaranya berkedudukan sebagai Khulafaur Rasyidin (Pemimpin yang diberi petunjuk) – lalu para pemuka Tabi’in yang utama, diantaranya : Ibn Sa’id Al-Musayyib ( wafat 90H), ‘ Urwah ibn Zubair ( wafat 94H), ‘ Ali ibn al-Hussain Zain Al-’Abidin ( wafat 93H), Muhammad Ibn Hanafiyah ( wafat 80H), ‘ Ubaidullah Ibn ‘ Abdillah Ibn ‘ Utbah ibn Mas’ud ( wafat 94H atau setelahnya), Salim Ibn ‘ Abdillah Ibn ‘ Umar ( wafat 106H), Qasim ibn Muhammad Ibn Abi Bakr As-Sadiq ( wafat 106H), al-Hasan al-Basri ( wafat 110H), Muhammad Ibn Sirin ( wafat 110H), ‘ Umar Ibn ‘ Abdul-’Aziz ( wafat 101H) dan Muhammad Ibn Syihaab Az-Zuhri ( wafat 125H) maka pastinya setiap imam madzhab juga mengikuti para salaf sholeh ini.

Jika yang dimaksud Ahli Hadits adalah para Ulama’ yang menghabiskan umurnya untuk mengkaji Hadits-hadits Nabi dan Atsar para salaf sholeh maka kita akan menemui kerancuan disini.

AHLI HADITS ITU MADZHABNYA APA ?

Namun, ketika kita teliti lebih jauh ternyata ahli Hadis sebenarnya tidak memiliki mazhab tertentu yang menyatukan paradigma mereka, baik dalam bidang fikih maupun dalam bidang akidah. Kitab-kitab tentang rijâlul-Hadîts dan biografi ahli Hadis seperti Tahdzîbul-Kamâl, Tadzkiratul-Huffâzh, Lisânul-Mîzân, dan lain-lain, menyebutkan dengan gamblang bahwa di antara perawi Hadits ada yang mengikuti mazhab Syafii, Hanafi, Maliki, Hanbali, dan mazhab-mazhab fikih yang lain.

Dalam bidang akidah, di antara ahli Hadis ada yang mengikuti aliran Syiah, Khawarij, Muktazilah, Mujassimah, mazhab al-Asy’ari, al-Maturidi, dan aliran-aliran pemikiran lainnya.
Klaim bahwa madzhab yang paling shahih adalah madzhab ahli hadits tentunya harus dipertanyakan lagi. Bagaimanakah metodologi  dan manhaj yang mereka ambil dalam bidang fiqih maupun aqidah. Justru dalam realita yang ada, kebanyakan  ahli Hadits dalam hal fikih mengikuti salah satu mazhab yang empat, dan madzhab syafi’ilah yang terbanyak menghasilkan Ulama’ Ahli Hadits.

ULAMA’ AHLI HADITS JUGA BERMADZHAB

Ketika menyebut Ulama’ Ali Hadits , pasti kita akan ingat nama-nama seperti Imam Bukhori, Imam Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah, Abu daud, Baihaqi, Tirmidzi.

Diantara para Ulama’ hadits yang bermadzhab syafi’i adalah :
Al-Imam Bukhari (w. 256 H)
Al-Imam az-Za’farani (w.  260 H)
Al-Imam Muslim (w. 261 H) 
Al-Imam Ibnu Majah (w. 275 H) 
Al-Imam Abu Daud (w. 276 H) 
Al-Imam Abu Hatim ar-Razi (w. 277 H) 
Al-Imam ad-Darimi (w. 280 H) 
Imam Abu Ja’far at-Tirmidzi (w. 295 H)
al-Imam an-Nasa’i (w. 303 H)
al-Imam at-Thabari (w. 305 H)
al-Imam al-Asy’ari (w. 324 H)
al-Imam al-Daruquthni (w. 385 H)
al-Imam Hakim [Hakim al-Naisaburi] (w. 405 H)
al-Imam al-Baihaqi (w. 458H)
al-Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani (w. 852 H)
al-Imam as-Suyuthi (w. 911 H)
to be continue

Rumah Fiqih Indonesia

1 komentar:

Unknown mengatakan...

tulisan yang sangat baik dan jelas. semoga bermanfaat kepada kaum muslimin. semoga "abdurobbihi" bertambah faqih dan wara'. kalau boleh tambahkan : ulama hadits mula mengarang kitab2 hadits kerana mereka bermazhab dan merasa perlu untok mengumpulkan hadits2 pada zaman mereka yang sudah penoh dengan khabar2 palsu dan riwayat2 yang banyak membingungkan ulama dan awam. kerana itu ilmu hadits sebenarnya membenarkan dan membela mazhab dan ulama nya. tapi sekarang kejahilan/kesesatan wujud,sehingga muncul slogan "ikuti hadits dan buang mazhab2" yang menunjukkan keadaan jahil/sesat semakin merebak/meluas dan para ulama pewaris nabi tidak di ikuti dan tidak di hormati. wal iya zu bil lah.

Posting Komentar